in

Kisah Guru Krista Dorong Siswa Makin Pede, Buat Kelas ala Podcast


Jakarta

Krista Adayu adalah salah satu guru di SDN Gumilir 06 Cilacap. Sama seperti guru lain, Krista ingin yang terbaik bagi peserta didiknya.

Guru kelas 6 itu mengembangkan model pembelajaran baru berbasis proyek. Di mana siswa akan menghasilkan proyek-proyek selama proses pembelajaran.

Krista bercerita, metode pembelajaran ini berangkat dari kebiasaan belajar masa pandemi. Saat itu, anak-anak masih menyesuaikan diri kembali ke sekolah.

“Habis pandemi anak-anak di sekolah masih belum move on. Pengennya di sekolahan pakai baju bebas, di sekolahnya cuma sebentar. Akhirnya saya berpikir gimana biar anak-anak bisa belajar dengan senang terus mereka kayak ga lagi pelajaran. Jadi pembelajarannya saya kemas ke proyek,” tutur Krista kepada detikEdu, Rabu (23/11/20222).

Kenalkan Materi Pubertas Lewat Bermain Podcast

Salah satu materi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada kelas 6 SD adalah pubertas. Materi pubertas itu acap kali dianggap tabu oleh siswa. Untuk menyiasatinya, Krista mengemas materi pubertas dalam bentuk wawancara dan podcast.

“Jadi untuk membuat anak-anak untuk biasa ngomong kayak gitu biar enggak tabu agak sulit. Padahal itu sebenarnya biasa aja gitu kayak ngomong makan, tangan, harusnya bukan hal yang menjadi ‘saru’ (tidak pantas),” ujarnya.

“Jadi sama saya dikemas wawancara. Selain itu bermain peran. Bermain perannya itu podcast,” sambungnya.

Pembelajaran Berbasis Proyek.Pembelajaran Berbasis Proyek. Foto: Dok. Krista Adayu

Dalam pembelajaran ini, siswa diberi tugas untuk mewawancarai narasumber terkait topik pubertas. Narasumber bisa berupa orang tua di rumah, atau guru perempuan oleh siswa perempuan dan guru laki-laki oleh siswa laki-laki.

Kemudian di kelas, ia dan siswa kelas 6 akan memerankan host dan narasumber seperti podcast profesional.

“Nah dari situ mereka enggak terasa ini kita lagi ngomongin hal yang dianggap mereka kayak ‘saru’,” ujar perempuan asli Cilacap itu.

Seorang siswa bisa berperan sebagai dokter dan seorang lainnya berperan sebagai host. Nantinya, host akan bertanya kepada narasumber bagaimana ciri-ciri perempuan, laki-laki, dan pertanyaan lainnya.

“Dari situ anak yang tadinya mereka minder untuk maju akhirnya maju karena teman-temannya maju,” ungkap Fasilitas Daerah Tanoto Foundation itu.

‘Mantan’ Siswanya Jadi Percaya Diri Selepas Lulus

Mengajar siswa di tingkat akhir bukan perkara mudah. Krista mengaku sering kali ia harus dikejar capaian materi sebelum siswa-siswanya melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi.

“Di kelas 6 itu kita dituntut untuk menuntaskan materi. Walaupun ini ibaratnya udah Kurikulum Merdeka, kelas 6 kan masih Kurikulum 2013,” ujarnya.

Meski demikian, Krista tetap mengemas materi berbasis proyek dengan fokus meningkatkan percaya diri. Tak lama setelah siswa-siswanya lulus, salah satu orang tua siswa mengucapkan terima kasih kepadanya.

Rupanya, orang tua itu mendapat cerita dari anaknya. Saat pembelajaran, guru di kelas meminta siswa untuk maju ke depan. Kala ‘mantan’ siswa Krista maju ia ditanya oleh guru.

“‘Kok kamu berani banget?’ dijawab sama muridnya, ‘Ini hal yang biasa yang aku lakuin di SD,” cerita Krista.

Siswa-siswa Krista memang sering diberikan tugas untuk presentasi di depan. Jadi siswa terlatih dan terbiasa.

“Padahal anak yang ngomong itu pemalu waktu di SD jadi enggak banyak ngomong. Tapi ketika di SMP dia malah disuruh sama gurunya, enggak ada yang maju, dia maju sendirian,” tuturnya.

Ini bukan kali pertama ia mendapat cerita tersebut. Tak lama sebelumnya, ada tiga orang tua yang menceritakan hal serupa.

“Memang saya menekankan ke anak-anak, ‘ketika kalian istirahat kalian bisa cerita panjang lebar tidak ada rasa malu, kok ketika pelajaran bu guru harus nunjuk kalian? kan enggak gitu’, jadi anak-anak timbul keberanian,” ujarnya bangga.

Tekankan Gali Minat dan Bakat Siswa

Perempuan yang telah menjadi guru sejak 2006 itu menekankan sebagai guru harus bisa menuntun siswa. Di kelas, Krista memang tidak memaksakan siswa harus menguasai semua mata pelajaran, namun menggali potensi dan minat bakat mereka.

“Yang sering kali terlupa oleh guru, kita pengen kita bisa lanjut. Padahal kan enggak bisa. Jadi setiap anak di kelas kita memiliki bakat dan minat masing-masing,” ujarnya.

Sebagai seorang guru, menurut Krista, bisa menggali bakat setiap anak dan menemani mereka agar bisa meraih potensi yang maksimal.

“Butuh tenaga yang ekstra, karena masing-masing anak kan jelas berbeda. Jadi kita harus menyelami anak dari satu ke anak yang lainnya, tidak bisa disamakan,” ungkapnya.

Menurut Krista, hal itu merupakan tantangan tersendiri bagi guru. Namun ia mengingatkan pada guru-guru lain untuk bergerak bersama dan berkolaborasi.

“Karena tidak anak yang bodoh, tapi di mana kita bisa menemukan bakat mereka,” pungkasnya.

Kisah Krista adalah salah satu dari banyak kisah inspiratif guru di Indonesia. Nah bertepatan dengan Hari Guru, sudahkah kamu mengucapkan Selamat Hari Guru Nasional untuk guru-guru di sekolahmu, detikers?

Simak Video “Peringati Hari Guru, Siswa SD di Sidrap Buat Prakarya dari Barang Bekas
[Gambas:Video 20detik]
(nir/pal)



Sumber Artikel

Baca juga:   Pemkot Jaksel Sidak Lokasi Video Viral Pria Berjoget Erotis di Hotel Kebayoran Lama, Ini Hasilnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

GIPHY App Key not set. Please check settings